Belasan
taon lalu gue inget pernah denger
percakapan 2 orang kawan. Yang satu nasehatin temennya yang baru cerita
tentang kekesalan pada istrinya. “Saking emosinya, gue tendang bini gue…”
“Eh, masa loe gitu sama istri loe. Inget coy waktu loe dulu pertama
nguber-nguber dia, terus dengan hati deg-degan, loe minta dia jadi pacar loe….”
Gue
yang waktu itu baru merit jadi takjub campur terharu. Ajigile, nasehat yang buat gue ajaib walau
sederhana. Sesuatu yang sampe detik ini
masih membekas di benak gue. Sesuatu
yang bukan gue peroleh dari nasehat pernikahan gue di taon 1999, tapi di sebuah
tempat makan level bawah di pinggiran Manado.
Ngga
ajaib gimana coba, mengingatkan laki-laki yang kebablasan mukulin istri dengan
memanggil lagi memori masa lalu manakala dulu dengan susah payah mendapatkan
cintanya untuk jadi pacar, lalu menikah.
Sederhana emang, tapi tepat sasaran.
Sebuah
kebetulan yang menarik, terjadi beberapa tahun sesudahnya. Gue pindah rumah ke deket temen yang ngasih
nasehat ajaib tadi. Tapi kisahnya malah nunjukin
yang sebaliknya: Si pemberi nasehat
manis tadi ternyata lelaki tukang selingkuh huibat. Alamak.
Nasehat
emang gampang di ucapin, tapi susah njalaninnya. Dan kisah tragis itu yang senantiasa gue
alamin. Tukang kasih nasehat yang selalu
gagal ngelakonin nasehat-nasehatnya.
Sebenarnya
banyak dari kita tahu bahwa dari 10 orang curhat, yang 9 ngga bener-bener pengen denger nasehat,
tapi cuma pengen curhatannya di denger,
dan di empatiin. Itu aja. Persoalannya, 8 dari 10 pendengar curhat merasa
wajib ngasih nasehat. Hehehe,…sialnya,
gue salah satu dari 8.
ngambil dari Google. Meong ama monyet lagi ndengerin curhatan |
Para
pendengar curhat cenderung ‘kehilangan
radar’ pendeteksi untuk memahami bahwa para curhater butuh temen yang siap
menggenggam tangannya, merengkuh bahunya, dan nunjukin bahwa si pendengar
bener-bener perduli dan berempati sama kegalauan curhater.
Berhubung
gue termasuk dari 1 dari 8 ‘penasehat kaliber’ tadi, jadi gue bisa nyimpulin
bahwa ketika para curhater baru ngemukain materi curhatnya 45%, para penasehat
justru udah nyiapin materi nasehat 60% untuk di hamburkan ketika para curhater
selesai ngemukain kegalauannya. Malah
ngga sedikit justru yang motong curhater di tengah jalan, dan menggantinya
dengan 1001 petuah dari motivasi ala Tung Desem, sampe Antonny Robbins. Dari kisah Alladin sampe Cinderella.
Ketika
semua usai, curhater pulang dengan kegalauan yang mungkin bertambah, sedangkan
para penasehat kaliber pulang dengan senyum puas seolah sudah menyelamatkan
sebuah kehidupan dari kehancuran fatal.
Kita
emang banyak yang lucu dan ngga sadar diri bahwa Sang Pencipta menciptakan kita
2 telinga dan 1 mulut. Artinya, kita
harus lebih sering mendengarkan ketimbang berbicara.
Bahkan
seorang penasehat Raja dan Presiden terbaik yang terpilih, tidak semata karena
nasehat saktinya yang di tunggu, tapi juga kemampuan mendengarnya.