Tanpa
surveipun gue berani tarohan kalo 1 dari 15 orang di dunia tahu tentang film
Tarzan,-sosok manusia yang ngga pernah
tau dunia fashion, hidup berayun-ayun dari satu pohon ke pohon lainnya tapi
ngga pernah terbukti nanem sebatang pohon-pun, dan dibesarkan monyet gede yang
namanya gorila.
Walau
dari masa ke masa filmnya diproduksi oleh sutradara dan produser berbeda, tapi
tetep aja kisah Tarzan ngga pernah lepas dari panorama hutan, monyet, sosok perempuan dan darimana Tarzan berasal.
Gambarnya minta sama mbah google |
Dari
semua hasil olah imaginasi yang melahirkan kisah Tarzan yang pernah gue tonton,
ngga satupun yang menyatakan kalo Tarzan berasal dari perkawinan antara putik
dan benang sari, ato kawin silang tokek dan capung. Jelas dinyatakan kalo Tarzan 100% turunan
manusia. Tapi bukan itu pesan
‘tersembunyi’ yang pengen disampaikan.
Lantaran dari kecil Tarzan dipelihara binatang, dan
bergaul sama binatang, makanya ngga ada contoh yang ngajarin mas Tarzan (bukan tarzan srimulat
kaleee) buat ngelakonin tindak tanduk manusia.
Termasuk bahasanya.
Dari
tata cara dan selera makan, jelas di gambarkan si Tarzan adalah kelompok
herbivora, ngikutin emaknya yang Gorila.
Doski ngga pernah ketangkep basah lagi makan tikus, ato rendang
sapi. Padahal, kalo aja dia tahu kodrat
kemanusiaannya, pasti dia rajin bikin ikan bakar rica, sapi panggang, ayam
bakar, ato soto kondro.
Dari
semua film tarzan, kayaqnya sang produser ama sutradara ngga rela Tarzan jadi
binatang beneran tanpa diperkenalkan ke dunia manusia. Makanya ‘dikirim’-lah sosok Jane buat
mengingatkan sisi kemanusiaan Tarzan.
Konyolnya, ampir semua film Tarzan menyiratkan bahwa dibenak Tarzan,
jane-lah satu-satunya mahluk paling baik selain mahluk-mahluk lain di hutan
yang disebutnya teman.
Buat
gue, dari totalitas film Tarzan, sutradara
pengen menekankan lima hal penting:
Pertama,
hewan aja (dalam hal ini dperankan secara apik oleh ibu Gorila,..hehehe) ngga
tega membiarkan mahluk hidup mati merana tanpa di rawat, walaupun dia tahu
tarzan kecil ngga masuk golongannya.
Tapi manusia, bukan hal aneh kalo banyak bayi-bayi yang di buang dan
dibunuh secara brutal.
Kedua,
Tarzan yang besar dengan paradigma hewan dan hidup adalah hutan, pada akhirnya
menolak habitat aslinya sebagai manusia, karena menurutnya ‘kehidupan’ di hutan
sebagai binatang sering masih lebih bagus.
Ketiga,
keserakahan dan ketamakan manusia untuk meng-eksploitasi alam beserta isinya
harus dihentikan bersama-sama oleh mereka yang mencintai kehidupan.
Keempat,
Cuma manusia yang bisa menyadarkan manusia lainnya bahwa kita bukan binatang.
Kelima,
Cuma sedikit binatang yang meniru kelakuan manusia, tapi jauh lebih banyak
manusia berkelakuan binatang.
Auooooooooooo......uuuuu,...aaaaaaa..........auoooooooooooo